Thursday, December 19, 2013

Bapak


Aku jarang sekali akur dengan bapak, bicara juga seperlunya. Kita ini ibarat dua kutub magnet yang saling bertolak. Sekali bicara kadang itu juga karena suatu masalah dan nada bicara kita tidak ada yang santai. Kucing misalnya. Bapak benci sekali dengan kucing yang agresif, lari sana sini, minta dimanja, suka masuk rumah, tidur di kamarnya. Jengkel pasti ada, apalagi ketika bapak sudah memukul atau menendang kucing itu. Pasti aku reflek teriak dan marah. Sedangkan aku sudah menganggap kucing sebagai adik sendiri yang bisa diajak main bahkan curhat. Kalian bilang aku aneh? Haha.. whatsoever.
Permasalahan seperti ini saja kadang membuatku dan bapak bisa adu mulut yang selalu berakhir dengan “I’m the winner”. Bangga? Tidak sama sekali. Setelahnya aku sering merasa bersalah karena aku gagal mengambil sisi sabarku dalam menghadapi bapak. Tapi sejujurnya bapak adalah orang yang paling memotivasi dan menjadi inspirasiku dalam segala hal. Bapak adalah pekerja keras yang sama sekali tidak pernah mengelh. Sesekali hanya ku dengar “duh.. capek” tapi itupun beliau ungkapkan dengan irama seolah sedang bernyanyi.
Sebelum bapak akhirnya menyandang status sebagai pensiunan PNS, sudah pasti bapak adalah seorang PNS. Tapi sebelum menjadi PNS bapak bukan seorang pengangguran. Bapak anti menjadi pengangguran, seperti yang ku tuliskan diatas bapak adalah seorang pekerja keras.
Setelah lulus dari smk teknik mesin sekitar tahun 70an di Wonogiri, bapak memutuskan menjadi anak rantau dan pergi ke Surabaya untuk mencari pekerjaan,
Sampai di Surabaya bapak akhirnya mendapat pekerjaan sebagai kusir dokar dan akhirnya bapak menjadi sopir angkot. Dari dua pekerjaan ini bapak mengumpulkan uang yang bisa dibuat bayar kontrakan sendiri dan membeli berbagai perabotan rumah tangga, padahal ketika itu bapak belum berkeluarga. Bapak adalah orang yang mencintai perabotan rumah tangga, seperti kursi, lemari, kipas angin, itu semua dibeli dari hasil kerjanya sebagai kusir dan sopir angkot. Beruntung, bapak mempunyai seorang langganan tetap yang selalu naik angkotnya bapak. Namanya pak Widi. Beliau adalah PNS ITS. Karena sudah sangat akrab dengan bapak, akhirnya beliau mengajak bapak untuk bekerja di ITS. Awalnya sebagai honorer, tapi Alhamdulillah akhirnya bapak bisa diangkat menjadi PNS. Selain itu bapak paling suka bersih-bersih rumah dan masak, bahkan beliau lebih suka mencuci pakaiannya sendiri menggunakan tangan daripada menggunakan mesin cuci. Bapak tidak pernah sekalipun memintaku dan ibu untuk mencucikan pakaiannya. Satu hal yang aku suka dari bapak adalah masakannya. Aneh, tapi aku begitu menikmatinya. Ketika bapak masak untukku dan mas Danang, kadang mas ga mau makan masakan bapak, tapi aku selalu menikmati masakan bapak dan memperlihatkan pada beliau bahwa masakannya enak. Ibu selalu berpesan padaku, “apapun yang disuguhkan buat kamu, dimakan aja. Enak ga enak, yang namanya makanan tetap harus dimakan. Biar orangnya ga kecewa” itu yang selalu aku tunjukkan ke bapak.
Aku bangga punya bapak. Aku bangga memanggilnya “bapak” dan tidak akan ku ganti dengan “ayah”, “papa”, “papi” atau sebutan lainnya.
Sekeras apapun sifat bapak, aku percaya bahwa itu adalah cara bapak melindungi keluarganya. Bapak adalah seorang lelaki yang tidak pernah membuat sakit hati anak perempuannya dan sampai kapanpun akan selalu menganggap bapak sebagai pahlawan.

Longing for ...


“Aku kangen ibu bapak”.
Itu adalah sepenggal ungkapan dari gadis kecil perantauan yang kini jauh dari kedua orang tuanya. Rindu adalah salah satu bagian dari rasa sayang, pasti. Tidak hanya perempuan atau mereka yang berstatus sebagai anak rantau yang bisa merasakan rindu, namun rasa ini berlaku pada mereka semua yang tidak pernah mati rasa.
Rindu tercipta ketika pertemuan sudah tidak pernah terjadi atau jarang terjadi. Faktanya, ketika kedua belah pihak sama-sama merasakan rindu kemudian bertemu hanya untuk beberapa saat, tanpa disadari mereka sedang menciptakan kerinduan berkali-kali lipat setelahnya.
Beda dengan mereka yang terpisah karena kematian. Ya, itu namanya rindu yang kekal dan hanya bisa dilampiaskan melalui doa. Rindu yang tercipta karena kematian adalah rindu yang sebenar-benarnya rindu.
Doa. Rasa rindu, apapun kondisinya sebenarnya bisa dilampiaskan dengan doa. That’s the point! Entah yang sedang kau rindukan itu masih bisa kau temui atau tidak sama sekali. Entah itu rasa rindu pada ayah ibu, keluarga, teman, atau masa lalumu.
Tuhan lebih bijak dalam mengatur pelampiasan rindu dan pertemuanmu. Ketika kau menitipkan rasa rindumu dalam doa, harapan terbesar adalah semua malaikat ikut mengamini. Tuhan tidak pernah salah ketika pertemuan yang kau buat kemudian gagal. Tandanya kau harus memainkan peran yang lain dalam skenario-Nya.
Bertahan, bersabar, berdoa karena Tuhan sebenarnya sudah menyediakan satu tempat untuk kelak kalian bertemu.

Move on!



“What am I gonna do when the best part of me was always you..”
Itu sepenggal lirik lagu dari The Script yang judulnya Breakeven. Kalo diceritakan lebih panjang lirik itu isinya, “kamu selalu jadi yang terbaik dalam hidupku. Sekarang kamu pergi. Lalu aku bisa berbuat apalagi?”. Biasanya yang bilang kaya gitu sih mereka yang ga bisa move on dari masa lalunya. Apa-apa yang dipikirkan masih aja berkaitan sama masa lalunya.
Sebenarnya ga ada yang salah sama masa lalu sekalipun masa lalu yang suram. Justru masa lalu yang suram adalah guru terbaik biar kedepannya kamu bisa jadi lebih baik dan ga mengulangi kesalahan yang sama. Pekara move on ga move on itu keputusan pribadi masing-masing. Ada yang bilang semakin dipaksa untuk move on semakin sering juga kamu mengingat masa lalumu. Let it flow adalah jalan terbaik.
Ketika hubunganmu dengan pasangan sudah berakhir dan berakhirnya secara sepihak pasti ada satu yang susah move on, yaitu kamu yang diputusin. Ada yang saat itu juga langsung memutuskan untuk move on, ga mau tahu lagi soal mantannya, tapi ada juga yang memutuskan untuk bertahan dan berujung susah move on.
Move on itu memang susah, tapi tiap orang pasti punya cara sendiri-sendiri buat move on. Ada nih yang ketika habis putus langsung cari penggantinya. Bagus tuh kalo langsung bisa move on, kalo ga? Yang ada malah pelampiasan aja. Nah, harus diwaspadai biar ga rugi waktu rugi perasaan. Ketika ada yang berkomitmen untuk bertahan alias ga mau move on juga ga ada salahnya. Apapun itu usahamu pasti akan membuahkan hasil. Pasti!
Ada dua kemungkinan ketika kamu memutuskan untuk bertahan. Yang pertama adalah mantan pasanganmu mau diajak balikan, yang kedua adalah kalian ga bisa balikan tapi kamu justru mendapatkan yang jauh lebih baik dari pasanganmu sebelumnya karena kamu sudah berhasil melewati ujian kesabaran.
Sejujurnya ga bisa move on itu bukan penghalang kamu meraih prestasi. Ada kok yang sudah satu tahun ga bisa move on tapi skripsi bisa cepat selesai dan lulus tepat waktu, ditambah lagi nilai skripsinya sangat memuaskan. Itu berarti, masa lalumu adalah semangatmu. Nah, yang bodoh adalah ketika kamu ga bisa move on dan akhirnya bunuh diri. Helloooo.. sambal terasi masih enak kali buat digadoin.
Yang penting kalo memang sudah berniat move on, jangan pernah sekali-kali mendengarkan lagu galau dan mendramatisir kehidupan. Ingat, perasaanmu lagi labil nak. Satu lagi, usahakan ga curhat ke banyak orang. Semakin banyak masukan, semakin sulit kamu memutuskan dari hatimu sendiri.
Ya udah sih, gitu aja. Intinya mau move on atau ga ya terserah kamu, bukan terserah orang lain.

Monday, November 25, 2013

Me - WWF



Ini adalah hari ke enam saya di WWF. Selama enam hari disini sebenarnya saya lagi kerja, tapi entah kenapa “kerja” itu ga kerasa. Mungkin karena memang tiap harinya saya lebih banyak berkampanye masalah penyelamatan hutan dan satwa yang ada di Indonesia yang selalu diakhiri dengan mengajak orang-orang untuk menjadi supporter WWF dengan cara memberi bantuan berupa financial untuk program penyelamatan lingkungan dan satwa. Banyak sekali pengalaman dan pembelajaran selama enam hari disini. Pembelajaran utama adalah komunikasi. Pekerjaan saya sebagai fundraiser ini mengharuskan saya untuk berkomunikasi dengan banyak orang. Dari sini saya selalu menemui banyak orang dengan karakter yang berbeda-beda dan bagaimana saya harus memposisikan diri saya ketika harus berhadapan dengan mereka. Saya paling semangat ketika harus bercerita kepada orang-orang mengenai keadaan orang utan di Indonesia yang sudah hampir punah. Harapan paling besar dalam pekerjaan saya ini adalah orang-orang mau peduli terhadap keberadaan satwa dan lingkungan di Indonesia, ketika mereka juga balik bertanya tentang kegiatan WWF Indonesia, dan ketika mereka sadar bahwa penyelamatan lingkungan sebenarnya bisa dimulai dari diri mereka sendiri. Saya ga pernah membayangkan sekali pun bahwa ternyata saya akan bekerja di tempat seperti ini. Pekerjaan yang sesuai passion, berkaitan dengan hewan, dan sangat fun. Bonusnya adalah ketika saya bertemu dengan teman-teman baru yang hebat. Mereka punya jiwa sosial yang tinggi dan sangat peduli lingkungan. Saya juga mau suatu saat nanti seperti mereka yang dikirim WWF ke taman nasional bertemu langsung dengan orang utan, wisata ke Singapore dan Thailand sebagai reward, ke Makassar, Medan, Kalimantan, Sumatera, dan lain-lain. Andai suatu saat saya bisa berangkat kesana otomatis itu juga pengalaman pertama saya naik pesawat. Break the phobia! Haha. Ga apa sih, demi ketemu orang utan dan satwa-satwa lainnya.
Di kantor WWF setiap harinya pasti ada morning briefing, dimana semua fundraiser berkumpul dan mengadakan game sederhana yang selalu berhasil membuat seisi ruangan tertawa lepas. Yaaa, itu pemanasan sebelum kita berangkat ke venue untuk berkampanye. Bonusan lainnya adalah cinta lokasi (kalo ada dan kalo minat). Intinya selama di WWF ini saya sama sekali tidak tertekan masalah pekerjaan. Yang penting ikhlas menjalani dan selalu bersyukur sama Allah.

Monday, October 21, 2013

Tindihan -- Sleep Paralysis

Pernah merasakan yang namanya “tindihan”?
Berdasarkan sumber dari orang-orang sekitar, yang namanya tindihan itu kita didudukin makhluk halus pas lagi tidur sampai kita susah nafas dan buat ngomong satu kata aja susahnya kebangetan. Ini sih istilah mistis dari orang-orang jaman dulu yang kebawa sampai sekarang. Tapi ketika baca di internet, yang namanya tindihan itu ga ada. Menurut medis, gejala yang kaya gitu biasanya disebabkan karna orang tersebut terlalu lelah, jadi tidurnya ga bisa nyenyak dan ada gangguan di saluran pernafasan—intinya begitu lah. Tapi yang aku alami entah harus berdasarkan istilah medis atau mistis.

Aku termasuk orang yang sering banget tindihan dengan cara yang berbeda-beda. Tindihan pertama kali pas masih awal kuliah. Sekitar jam 3 pagi pas lagi tidur tiba-tiba ngerasa ada perempuan dengan rambut panjangnya yang merangkak ke arahku, dari kaki terus tiduran di atas perut dan rambutnya menjuntai sampai ke leherku. Waktu itu rasanya geliiii banget ada rambut kasar yang nusuk-nusuk di leher ditambah lagi dia tiduran di perut. Pas dia lagi merangkak, aku ingat dia bilang “ojo muter-muter ae” yang artinya “jangan keliling terus”. Entah apa maksudnya yang jelas kerasa waktu itu ya cuma geli. Segala macam bacaan dari ngomong “Allah” sampai berusaha istighfar aja ga bisa keluar dari mulut, tapi berusaha terus biar bisa melek, setidaknya harus melek. Setelah susah payah akhirnya kebangun juga dan ga ada siapa-siapa. Aku ngecek ibu, beliau juga masih tidur. Akhirnya ga bisa tidur lagi sampai setengah jam kepikiran siapa yang tadi masuk kamar. Baru bisa tidur (dan pasti ketiduran) kalo adzan subuh udah berkumandang sekitar jam 4 dan bangun lagi jam 5 dengan bantuan alarm.
Ga cuma itu aja, tapi masih banyak cerita tindihan lainnya yang lagi-lagi dibarengi sama suara-suara berisik entah darimana asalnya. Kejadian ini selalu terjadi berkisar jam 3 pagi dan berakhir sebelum subuh. Setelah aku cari lagi di internet ternyata aku menemukan beberapa artikel yang memang nulis kalo kejadian tindihan biasanya berkisar antara jam 3 dan berakhir sebelum subuh. Aku masih penasaran sama perempuan yang pertama kali dengan teganya tiduran di atas perutku. Aku ingat. Di depan rumahku ada pohon beringin yang meski ukurannya ga besar tapi penghuninya ada 5 biji (mau gimana nyebutnya, 5 orang juga bukan orang, 5 ekor juga bukan hewan). Pas masih kelas 5 SD, ada tetangga yang bisa lihat makhluk halus dan dia dengan isengnya gambar makhluk-makhluk yang bertengger diatas pohon beringin itu. Perempuan dengan bibir tebal warna merah, rambut panjang, berbaju putih. Sempat diusir secara halus dan yang pergi cuma 2, sisanya tetap setia bertengger disana. Belum tahu juga gimana kelanjutannya yang 3 biji ini apa masih disana atau udah ngungsi juga, si tetangga ini keburu pindah rumah ke luar kota sih.

Setelahnya, ada kejadian lagi (eh yang ini sekalian flashback dulu). Awal tahun 2000an kampungku ini termasuk kampung yang sepi banget kalo ga weekend, kalo weekend pasti diisi anak-anak kecil seumuranku yang pada mainan sampai teriak-teriak dan benar-benar jadi suasana kontras sama hari-hari lainnya.
Kisahnya pas malam hari, tetangga depan rumah yang biasanya dipanggil “Oma” ini baru pulang dari toko. Oma lihat ibuku lagi duduk-duduk di bawah pohon beringin pakai baju hijau tapi tatapannya kosong, si Oma yang merasa janggal cuma nyapa “bu..” terus buru-buru masuk rumahnya. Nyapa itu pun tadi sekedar formalitas aja, masa ada tetangga ga disapa. Kalo benar itu ibuku kan ya ga enak kalo ga nyapa, di sisi lain Oma juga mikir kayanya orang itu bukan ibuku. Besoknya, Oma ke rumah dan dia tanya “bu, lagi sakit ya? Kok semalam saya sapa diam aja”. Ibuku jelas bingung, padahal semalam aku sama ibu ga keluar rumah, kita sibuk masukin foto-foto yang baru dicetak ke dalam album foto. Dasarannya dari kecil aku udah sering didongengin sama ibu tentang cerita mistis sebelum tidur jadinya pas dengar ada kejadian mistis gitu juga rasanya malah excited yang akhirnya kebawa sampai sekarang. (sejujurnya memang pas aku masih kecil, ibu ga pernah cerita hal-hal lucu, cerita rakyat, ataupun dongeng semacam cinderella kaya ibu-ibu lainnya. Dan lagi, pas aku kelas 4 SD ibu pernah sengaja bangunin aku jam 10 malam karna ada filmnya Suzanna di tv—Ibuku memang super …).

Pekara tindih menindih ini juga akhirnya mengingatkan aku ketika masih SMA. Pelatih voliku yang kerap disapa “Pakde” sempat membaca dan menggenggam jari tanganku dalam waktu beberapa detik dan beliau bilang “kamu gampang kerasukan, auramu panas, kayanya bakal ada sekali dalam seumur hidup kamu kerasukan. intinya ati-ati aja. Jangan pernah lepas baca doa dimanapun”. Beberapa hari setelah dijudge demikian, aku ikut kegiatan teater di luar kota dengan sikon yang menurutku super mistis dan pada akhirnya hampir semua perempuan disana mengalami kerasukan. Cuma ada sedikit yang selamat dan itu termasuk aku. Karna aku tergolong senior, jadi mau ga mau ikut bantu mereka dengan membacakan al-fatihah dan doa-doa lainnya. Ga bertahan lama, badanku panas banget, panas ga wajar padahal kita ada di pacet yang notabene berhawa dingin. Ketika aku tanya teman-teman lainnya, mereka bilang hawanya biasa aja, ga panas. Oke, dari situ aku memutuskan pindah ruangan dan benar hawanya langsung beda, suhu badanku juga mulai normal. Kayanya kalo aku terusin di dalam, apa yang dibilang pakde bisa kejadian. Naudzubillah.


Balik lagi ke topik. Tindihan ini masih sering aku alami sampai sekarang meski udah agak berkurang. Rasanya kaya udah jadi rutinitas tiap malam. Hehehe. Ga tiap malam juga sih, sapa yang mau ditindihi makhluk halus tiap malam, enak juga kalo malam-malam ditindihi yang lain. Ketindihan duit sekarung misalnya pas mau tidur atau …… ah, lupakan.

Trapped in the Past

Topik ini muncul lagi, sesaat setelah melihat potretnya terpampang di timeline facebook salah satu temannya. Aku sempat bertanya ke salah satu teman yang memang udah lebih dari 3 tahun belum bisa lupa sama sang mantan dan dia cuma jawab “itu tandanya aku setia”. Well, setelah mendengar jawaban itu aku langsung berpikir bahwa ukuran setia memang ga cuma dilihat ketika kita memiliki pasangan tapi bisa juga diterapkan ketika udah berakhir. Yang ditakutkan adalah ketika orang yang di-setia-kan ternyata ga akan pernah mau dan ga akan pernah bisa kembali lagi ke kita atau malah kita dapat undangan nikah dari dia. Ini jangan sampai terjadi! Jangan! Haram!
Baiknya adalah selama orang yang di-setia-kan masih available, coba deh singgahi lagi hari-harinya keburu disinggahi orang lain. Itu juga kalo berhasil, kalo ga ya berusahalah mundur teratur. Nah, kalo dia udah ga available, cobalah move on se-move on move on nya orang move on daripada terjebak di nostalgia terus, ga sempat mundur teratur karna udah keburu sakit hati duluan. Ibaratnya kalo lagi perang, belum ada aba-aba “tentara sekutu bersiap melempar bom ke arah kita! Lariiii!” kitanya udah keduluan dibom. Mau lari pelan-pelan atau kencang juga ga ada hasilnya, udah keduluan dibom sih.
Satu bulan terakhir ini aku berusaha meyakinkan teman-teman untuk segera lari dari kenyataan (read:mantan) ketika mereka masih pengen-pengennya menyiksa hati (iya lah, menyiksa. Yang bertahan cuma satu pihak, yang dipertahankan juga udah lari duluan). Setelah berusaha meyakinkan mereka ternyata aku sendiri yang akhirnya diusahakan mereka untuk TIDAK MOVE ON dengan alasan “pernah berkomitmen untuk setia kan? lakukan”. Parah! Ga cocok juga nih jadi motivator, yang ada malah berbalik arah. Saya yang curhat, anda yang memberikan golden ways nya. Super sekali.
Jadi endingnya adalah ketika masih bisa dipertahankan, pertahankan. Ketika udah ga bisa dipertahankan, lepas dan ikhlaskan.


PS: ingat! teori itu lebih gampang daripada praktek.

Sunday, October 20, 2013

Cita-Cita

Hobi dan cita-cita itu ga ada yang fix dari jaman masih kecil sampai udah lulus kuliah sekalipun. Pas masih kecil, tiap ngisi biodata di buku diary teman-teman pasti ngisinya hobi dengerin radio, menulis cerpen, listening to the music (sok inggris gitu nulisnya biar keren). Cita-cita juga gitu, maunya kalo udah gede jadi detektif. Seriusan! Dulu gara-gara sering lihat “Detektif Conan” jadi kebelet banget pengen jadi detektif. Sekarang kalo dipikir-pikir lagi, di Indonesia ga ada pekerjaan detektif. Tindak kriminal yang turun tangan juga polisi. Yang bagian nilang-nilang ga jelas terus minta duit sama ‘korban’ juga polisi. Ga pernah ada filmnya “Detektif Conan” pas semua masalah terpecahkan tiba-tiba si Conan minta duit sama keluarga korban. Makanya semakin dewasa lebih realistis aja kalo mikir. Cita-cita buat jadi detektif kemudian sirna pas udah masuk SMP. Gara-gara addicted banget sama acara nyanyi-nyanyi di TV semacam AFI dan Indonesian Idol akhirnya pengen banget jadi penyanyi. Lumayan lah, udah ada prestasi juara 3 lomba nyanyi tingkat RT. Iya, RT. Yang biasanya ngadain lomba Agustusan. Itu prestasi kan? The one and only. Ok, saya sangat bersyukur Tuhan. Mungkin karena jurinya tetangga depan rumah dan udah plek banget sama ibu, kalo mau ditaruh juara pertama juga IMPOSIBBLE, juara dua juga masih kebagusan, mungkin juara 3 udah cukup bikin sumringah. Dan masih ingat benar, waktu itu ibu ekspresinya biasa aja sambil komen, “itu juga mungkin gara-gara bu Anto sungkan sama ibu”, seketika dari yang tadinya girang berubah jadi penyesalan. Alangkah baiknya kalo dari awal ga ikutan lomba.
Ok lanjut. Keputusan untuk menjadi penyanyi juga kemudian hilang seiring dengan seringnya dengerin radio tiap pulang sekolah. Bisa ditebak dong apa cita-citanya? Announcer. Yap!
Tapi sejujurnya ini juga cita-cita musiman, ga lama setelah itu langsung pindah haluan pengen jadi artis yang akhirnya aku gabung di ekstrakulikuler Teater SMA. Cita-cita ini bertahan lama dan awet sampai aku kuliah semester 5. Setelah memutuskan berhijab, mendadak segala pikiran tercurah ke arah yang lebih formal—JURNALIS, pekerjaan yang sama sekali ga aku lirik dari jaman masih bayi sampai akhirnya udah umur 20 tahun. Awalnya ditawarin senior di kampus buat jadi news anchornya TVRI. Dikirimlah CV ke stasiun tv itu, tapi emang sepertinya belum jodoh dan ga ada panggilan sampai detik ini. Bukannya putus asa tapi malah semakin gencar buat ikutan segala macam kegiatan yang berbau jurnalis. Seminar, pelatihan, sampai bikin liputan sendiri bareng teman kampus dan dikirim ke stasiun tv swasta. Cita-cita ini akhirnya jadi ambisi terbesar dalam hidup, entah itu sebagai reporter atau news anchor, apapun jenisnya yang jelas dunia jurnalis itu ternyata sangat menyenangkan. Dan sebuah penyesalan kemudian datang.. Ngapain aja dari SMP ga ikutan ekskul jurnalis L
Kalo ikutan bisa liput sana liput sini sekalian latihan. Ya udah lah, udah lewat juga. Yang di depan nih kudu benar-benar dikejar. Termasuk jodoh *FOKUUUUUUS!*
Selain pengen jadi jurnalis, sebenarnya pengen jadi entrepreneur juga yang udah sempat dibicarakan sama teman kampus juga, usaha makanan dan baju. Alhamdulillah sedikit tersalurkan dengan adanya bisnis keluarga, bisnisnya masih imut banget baru jalan 2 bulan dan bukan bisnis yang besar semacam bisnis sewa apartemen atau jual beli ganja. Haha. Setidaknya sambil belajar juga. Intinya semuanya harus dirintis dari nol biar hasilnya kerasa. Entah sih, cita-cita ini bakal bertahan sampai kapan. Tapi kalo udah umur segini harusnya bisa fix mau kerja apa, mau dapat jodoh yang kaya gimana *SERIUSAN!*
Eh tapi ngomong-ngomong masalah jodoh, itu termasuk cita-cita juga dong.
Cita-cita pengen jadi istri yang shalihah.

--CASE CLOSED--