Topik ini muncul lagi, sesaat setelah melihat potretnya
terpampang di timeline facebook salah satu temannya. Aku sempat bertanya ke
salah satu teman yang memang udah lebih dari 3 tahun belum bisa lupa sama sang
mantan dan dia cuma jawab “itu tandanya aku setia”. Well, setelah mendengar
jawaban itu aku langsung berpikir bahwa ukuran setia memang ga cuma dilihat
ketika kita memiliki pasangan tapi bisa juga diterapkan ketika udah berakhir. Yang
ditakutkan adalah ketika orang yang di-setia-kan ternyata ga akan pernah mau dan
ga akan pernah bisa kembali lagi ke kita atau malah kita dapat undangan nikah
dari dia. Ini jangan sampai terjadi! Jangan! Haram!
Baiknya adalah selama orang yang di-setia-kan masih
available, coba deh singgahi lagi hari-harinya keburu disinggahi orang lain. Itu
juga kalo berhasil, kalo ga ya berusahalah mundur teratur. Nah, kalo dia udah
ga available, cobalah move on se-move on move on nya orang move on daripada
terjebak di nostalgia terus, ga sempat mundur teratur karna udah keburu sakit hati
duluan. Ibaratnya kalo lagi perang, belum ada aba-aba “tentara sekutu bersiap
melempar bom ke arah kita! Lariiii!” kitanya udah keduluan dibom. Mau lari
pelan-pelan atau kencang juga ga ada hasilnya, udah keduluan dibom sih.
Satu bulan terakhir ini aku berusaha meyakinkan teman-teman
untuk segera lari dari kenyataan (read:mantan) ketika mereka masih
pengen-pengennya menyiksa hati (iya lah, menyiksa. Yang bertahan cuma satu
pihak, yang dipertahankan juga udah lari duluan). Setelah berusaha meyakinkan
mereka ternyata aku sendiri yang akhirnya diusahakan mereka untuk TIDAK MOVE ON
dengan alasan “pernah berkomitmen untuk setia kan? lakukan”. Parah! Ga cocok
juga nih jadi motivator, yang ada malah berbalik arah. Saya yang curhat, anda
yang memberikan golden ways nya.
Super sekali.
Jadi endingnya adalah ketika masih bisa dipertahankan,
pertahankan. Ketika udah ga bisa dipertahankan, lepas dan ikhlaskan.
PS: ingat! teori itu lebih gampang daripada praktek.
No comments:
Post a Comment