Thursday, December 19, 2013

Bapak


Aku jarang sekali akur dengan bapak, bicara juga seperlunya. Kita ini ibarat dua kutub magnet yang saling bertolak. Sekali bicara kadang itu juga karena suatu masalah dan nada bicara kita tidak ada yang santai. Kucing misalnya. Bapak benci sekali dengan kucing yang agresif, lari sana sini, minta dimanja, suka masuk rumah, tidur di kamarnya. Jengkel pasti ada, apalagi ketika bapak sudah memukul atau menendang kucing itu. Pasti aku reflek teriak dan marah. Sedangkan aku sudah menganggap kucing sebagai adik sendiri yang bisa diajak main bahkan curhat. Kalian bilang aku aneh? Haha.. whatsoever.
Permasalahan seperti ini saja kadang membuatku dan bapak bisa adu mulut yang selalu berakhir dengan “I’m the winner”. Bangga? Tidak sama sekali. Setelahnya aku sering merasa bersalah karena aku gagal mengambil sisi sabarku dalam menghadapi bapak. Tapi sejujurnya bapak adalah orang yang paling memotivasi dan menjadi inspirasiku dalam segala hal. Bapak adalah pekerja keras yang sama sekali tidak pernah mengelh. Sesekali hanya ku dengar “duh.. capek” tapi itupun beliau ungkapkan dengan irama seolah sedang bernyanyi.
Sebelum bapak akhirnya menyandang status sebagai pensiunan PNS, sudah pasti bapak adalah seorang PNS. Tapi sebelum menjadi PNS bapak bukan seorang pengangguran. Bapak anti menjadi pengangguran, seperti yang ku tuliskan diatas bapak adalah seorang pekerja keras.
Setelah lulus dari smk teknik mesin sekitar tahun 70an di Wonogiri, bapak memutuskan menjadi anak rantau dan pergi ke Surabaya untuk mencari pekerjaan,
Sampai di Surabaya bapak akhirnya mendapat pekerjaan sebagai kusir dokar dan akhirnya bapak menjadi sopir angkot. Dari dua pekerjaan ini bapak mengumpulkan uang yang bisa dibuat bayar kontrakan sendiri dan membeli berbagai perabotan rumah tangga, padahal ketika itu bapak belum berkeluarga. Bapak adalah orang yang mencintai perabotan rumah tangga, seperti kursi, lemari, kipas angin, itu semua dibeli dari hasil kerjanya sebagai kusir dan sopir angkot. Beruntung, bapak mempunyai seorang langganan tetap yang selalu naik angkotnya bapak. Namanya pak Widi. Beliau adalah PNS ITS. Karena sudah sangat akrab dengan bapak, akhirnya beliau mengajak bapak untuk bekerja di ITS. Awalnya sebagai honorer, tapi Alhamdulillah akhirnya bapak bisa diangkat menjadi PNS. Selain itu bapak paling suka bersih-bersih rumah dan masak, bahkan beliau lebih suka mencuci pakaiannya sendiri menggunakan tangan daripada menggunakan mesin cuci. Bapak tidak pernah sekalipun memintaku dan ibu untuk mencucikan pakaiannya. Satu hal yang aku suka dari bapak adalah masakannya. Aneh, tapi aku begitu menikmatinya. Ketika bapak masak untukku dan mas Danang, kadang mas ga mau makan masakan bapak, tapi aku selalu menikmati masakan bapak dan memperlihatkan pada beliau bahwa masakannya enak. Ibu selalu berpesan padaku, “apapun yang disuguhkan buat kamu, dimakan aja. Enak ga enak, yang namanya makanan tetap harus dimakan. Biar orangnya ga kecewa” itu yang selalu aku tunjukkan ke bapak.
Aku bangga punya bapak. Aku bangga memanggilnya “bapak” dan tidak akan ku ganti dengan “ayah”, “papa”, “papi” atau sebutan lainnya.
Sekeras apapun sifat bapak, aku percaya bahwa itu adalah cara bapak melindungi keluarganya. Bapak adalah seorang lelaki yang tidak pernah membuat sakit hati anak perempuannya dan sampai kapanpun akan selalu menganggap bapak sebagai pahlawan.

No comments:

Post a Comment